Ketika ia
baru keluar dari dinas tentara, hanya mengantongi ijazah SMU, tidak ada satupun
keterampilan, sehingga terpaksa kerja di sebuah perusahaan percetakan menjadi
kurir.
Suatu hari,
anak muda ini mengantar penuh muatan berisi puluhan buku ke kantor berlantai 7
di suatu perguruan tinggi; ketika ia memanggul buku2 tersebut menunggu di lift,
seorang satpam yang berusia 50-an menghampirinya dan berkata: "Lift ini
untuk profesor dan dosen, lainnya tidak diperkenankan memakai lift ini, kau
harus lewat tangga!".
Anak muda
memberikan alasan pada satpam itu:
"saya
bukan mahasiswa, saya hanya ingin mengantar buku semobil ini ke kantor lantai
7, ini kan buku pesanan kampus!".
Namun,
dengan beringas satpam itu berkata:
"Saya
bilang tidak boleh ya tidak boleh, kau bukan profesor ataupun dosen, tidak
boleh menggunakan lift ini!". Kedua orang itu berdebat cukup lama di depan
pintu lift, tapi, satpam tetap bersikeras tidak mau mengalah. Dalam benak anak
itu berfikir, jika hendak mengangkut habis buku semobil penuh ini paling tidak
harus bolak-balik 20 kali lebih ke lantai 7, ini akan sangat melelahkan!.
Kemudian, anak muda itu tidak dapat menahan lagi satpam yang menyusahkan ini,
lantas begitu pikirannya terlintas, ia memindahkan tumpukan buku2 itu ke sudut
aula, kemudian pergi begitu saja. Setelah itu, anak muda menjelaskan peristiwa
yang dialaminya kepada bos, dan bos bisa memakluminya, sekaligus juga
mengajukan surat penguunduran diri pada bosnya, dan segera setelah itu, ia
pergi ke toko buku membeli bahan pelajaran sekolah SMU dan buku referensi,
sambil meneteskan air mata ia bersumpah, saya harus bekerja keras, harus bisa
lulus masuk ke perguruan tinggi, saya tidak akan membiarkan dilecehkan orang
lagi.
Selama 6
bulan menjelang ujian, anak muda ini belajar selama 14 jam setiap hari, sebab
ia sadar, waktunya sudah tidak banyak, ia tidak bisa lagi mundur, saat ia
bermalas-malasan, dalam benaknya selalu terbayang akan hinaan satpam yang tidak
mengijinkannya memakai lift, membayangkan diskriminasi ini, ia segera memacu
semangatnya, dan melipat gandakan kerja kerasnya.
Belakangan,
anak muda ini akhirnya lulus masuk ke salah satu lembaga Ilmu Kedokteran. Dan
kini, selama 20 tahun lebih telah berlalu, sang anak muda akhirnya berhasil
menjadi seorang dokter klinik. Sang dokter merenung sejenak, ketika itu, jika
bukan karena hinaan satpam yang sengaja mempersulitnya, bagaimana mungkin ia
menyeka air matanya dari hinaan itu, dan berdiri dengan berani? Dan bukankah
satpam yang dibencinya adalah budi-nya seumur hidupnya?
(anonymous)
sumber: Dodi
dan Ryan, Beranie gagal, beraniegagal.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar