Alkisah ada
sebuah kerajaan yang bernama Gasib. Kerajaan ini dipimpin oleh rajanya
yang bernama raja Gasib. Raja Gasib
mempunyai seorang putri yang cantik jelita bernama Putri Kaca Mayang serta
seorang panglima yang tangguh bernama Panglima Gimpam.
Kecantikan
putri tersohor sampai ke berbagai negri,
tetapi tak ada satu pun yang berani melamar sang putri, karena Raja
Gasib sangat disegani di kalangan raja-raja. Kecantikan putri Kaca Mayang,
terdengar sampai ke telinga Raja Aceh.
Raja Aceh pun berniat meminang
sang putri. Maka, dipanggillah dua orang panglimanya untuk menyampaikan niatnya
ke pada sang putri.
“Wahai
panglimaku,” kata Raja Aceh, “Pergilah kalian ke kerajaan Gasib, sampaikan
niatku yang ingin mempersunting putri Kaca Mayang.”
“Baik, Banginda
Raja, titah Baginda hamba laksanakan.”
Maka,
berangkatlah dua utusan ini ke kerajaan Gasib. Akhirnya, sampailah mereka di
kerajaan langsung menghadap Raja Gasib.
“Maaf
baginda Raja Gasib yang bijaksana. Hamba utusan dari Kerajaan Aceh, ingin
menyampaikan niat raja kami yang ingin mempersunting putri tuanku Baginda,
Putri Kaca Mayang.”
“Wahai
Panglima Raja Aceh, sampaikan kepada Raja kalian, bahwa saya tidak bisa
menerima pinangan Raja kalian. Putri Kaca Mayang belum bersedia untuk
dipersunting siapa pun. Sampaikan maaf saya kepada raja kalian,” sahut Raja
Gasib dengan wibawanya.
Berangkatlah
pulang dua utusan ini dan menyampaikan semua yang disampaikan Raja Gasib. Raja
Aceh sangat marah dan merasa terhina atas penolakan lamaran ini. Maka, Raja
Aceh yang memiliki sifat yang sombong berniat akan menculik sang putri dan
memporakporandakan Kerajaan Gasib. Pasukan pun dipersiapkan untuk menyerang
kerajaan Gasib.
Raja Gasib
yang mengetahui kelicikan dan perangai Raja Aceh juga mempersiapkan pasukannya.
Raja Gasib tahu akan ada penyerangan atas penolakan lamaran itu, dipanggillah
panglima kebanggaannya.
”Wahai,
Panglimaku Gimpam! Untuk menjaga kemungkinan serangan dari kerajaan Aceh, kamu
saya utuskan menjaga di Kuala Gasib daerah Sungai Siak.“
“Hamba
laksanakan titah Baginda Raja,” kata Panglima Gimpam.
Lalu
berangkatlah Panglima Gimpan ke daerah Sungai Siak.
Rupanya,
mata-mata raja Aceh ada di kerajaan Gasib. Raja Aceh mengetahui bahwa di
kerajaan tidak dijaga panglima yang terkenal sakti itu. Raja Aceh pun mengatur
strategi jahatnya.
Karena tidak
mengetahui jalan kekerajaan Gasib, raja Aceh menemui seorang warga kerajaan di
jalan. Bertanyalah Raja Aceh,”Hai, Anak muda,
tahukah kamu jalan menuju kerajaan Gasib?”
Karena
melihat pasukan yang ramai berarti ingin menyerang kerajaan Gasib, pemuda
inipun menjawab dengan berbohong, “Ampun
Tuanku, hamba tidak mengetahui jalan menuju kerajaan Gasib. Hamba penduduk baru
negeri ini.”
Raja Aceh
tahu kalau pemuda itu berbohong, dipanggillah pengawalnya untuk menghajar pemuda
itu. Karena tak tahan, pemuda itu pun kemudian menunjukkan jalan menuju
kerajaan Gasib.
Raja Aceh
kemudian melanjutkan perjalanan menuju perkampungan sekitar kerajaan.
Pasukannya membunuh setiap warga yang ia temui di jalan yang dilaluinya.
Sungguh, perbuatannya teramat kejam. Akhirnya,
sampailan mereka di istana. Raja Aceh pun berhasil menculik Putri Kaca
Mayang. Melihat hal ini, Raja Gasib tidak bisa berbuat apa-apa karena ini semua
di luar dugaannya.
Berita ini
pun kemudian sampai di telinga Panglima Gimpam. Bukan main marah dan murkanya
panglima Gimpam. Panglima pun segera menuju kerajaan. Betapa sedih dan
dendamnya panglima Gimpam, negerinya dirusak oleh pasukan Raja Aceh. Panglima
Gimpam pun bersumpah akan membalas dendam dan akan membawa sang putri kembali
ke istana.
Berangkatlah
panglima Gimpam. Kedatangannya disambut
dengan Raja Aceh rupanya dengan pengawalan dua ekor gajah yang sangat besar.
Raja Aceh tidak mengetahui kehebatan panglima Gimpam yang bisa menundukkan
hewan, hingga panglima berhasil masuk ke kerajaan Aceh,
“Wahai raja
Aceh kembalikan sang Putri kepada kami
atau kerajaan ini akan porak-poranda!”
“Baiklah
akan saya kembalikan Putri Kaca Mayang!”kata Raja Aceh. “Kau memang hebat
panglima Gimpam setelah kulihat denganmata kepalaku sendiri.”
Raja Aceh
yang mengakui juga kehebatan panglima Gimpam, akhirnya menyerahkan sang putri
kepada panglima Gimpam yang dalam keadaan sakit akibat penculikan itu.
Pulanglah panglima Gimpam bersama sang putri dan pasukannya.
Dalam
perjalanan, rupanya angin laut sangat kencang membuat Putri Kaca Mayang tidak
bisa bernafas. Dari waktu ke waktu, sakitnya semakin parah. Putri pun berucap
kepada panglima Gimpam sesampai mereka di sungai Kantan.
Dengan suara
lemahnya putri berkata, “Panglima aku sudah tidak kuat lagi menahan sakit ini
sampai menuju istana. Sampaikan maafku pada ayahanda Gasib dan semua keluarga
istana,” ucap sang putri dengan suara yang semakin parau. Belum sempat panglima
Gimpam berucap sang putri memejamkan matanya. Putri Kaca Mayang menghembuskan
nafas terakhirnya di perairan Sungai Kuantan.
Betapa
sedinya panglima Gimpam dan merasa bersalah tidak berhasil membawa Putri Kaca
Mayang dalam keadaan hidup. Raja Gasib dan keluarga istana serta seluruh
penduduk negri merasa berduka atas meninggalnya sang putri raja. Sang Putri
Kaca Mayang akhirnya dimakamkan di dekat kerajaan Gasib.
Sejak
kehilangan putri tercintanya raja Gasib
merasakan kesedihan yang dalam. Akhirnya raja Gasib memutuskan meninggalkan
kerajaan, menyepi di gunung Ledeng, Malaka.
“Wahai
panglimaku, aku memutuskan akan meninggalkan kerajaan ini untuk mengapus
bayang-bayang terhadap putriku tercinta. Maka aku akan menyepi ke Gunung
Ledeng. Jagalah kerajaan ini dengan bai!” begitu titah terakhir sang Raja
kepada Panglima Gimpam.
Panglima
Gimpam sangat bersedih karena Raja Gasib akan meninggalkan kerajaan. ”Baginda
raja, kalau itu keputusan Baginda. Hamba akan laksanakan amanah yang Baginda
berikan dan akan hamba jaga dengan baik kerajaan ini,” kata Gimpam.
Sementara
kerajaan dititipkan kepada panglima kepercayaannya, pergilah raja Gasib menuju
penyepiannya. Sekian lama ditinggalkan raja Gasib yang tak kunjung kembali dan
kerajaan juga aman maka Panglima Gimpam pun mengambil keputusan akan
meninggalkan kerajaan juga. Walaupun kerajaan itu sudah dititpkan padanya,
tetapi Panglima tidak mau mengambil kesempatan menguasai kerajaan. Panglima
Gimpam tidak mau bahagia di atas penderitaan orang lain.
Panglima
Gimpam membuka lahan baru, di sebuah perkampungan baru, yang dinamainya
Pekanbaru.
Hingga kini
nama itu digunakan sebagai salah satu ibukota di Propinsi Riau yaitu kota
Pekanbaru. Sampai akhirnya Panglima Gimpam juga wafat dan makamnya tidak jauh
dari Pekanbaru sekitas 20 meter yang berada di Hulu Sail (daerah Pekanbaru).
http://anaknusantara.com/headline/legenda-putri-kaca-mayang